DAKWAH PENCERAHAN
DAN MEMBANGUN KELUARGA INDONESIA
KELOMPOK 2
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kemuhammadiyahan
Oleh:
1.
Idoh
(0142S1D017054)
2.
Ika
Rosyta (0142S1D017055)
3.
Elly
Muslihah (0142S1D017056)
4.
Neni
Indriyani (0142S1D017057)
Dosen Pengampu : Didin Mahyudin, M. Pd.
.
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PG-PAUD)
STKIP MUHAMMADIYAH BOGOR
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT penyusun
dapat menyelesaikan makalah ini sebagai bentuk tugas Ujian Tengah Semester
(UTS) pada Mata Kuliah “Kemuhammadiyahan” dengan
dosen pengampu Bapak Didin Mahyudin, M. Pd.
Dalam makalah ini akan
disajikan materi yang diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi para pembaca.
Penyusun sangat sadar makalah ini masih banyak sekali
kekurangan. Oleh karena itu penyusun sangat terbuka sekali bagi berbagai
kritikan dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya penyusun
mohon maaf atas segala kekurangannya dan mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bogor, Nopember 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah ......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian dakwah pencerahan bagi keluarga Indonesia ................ 3
2. Konversi agama karena miskin. ....................................................... 4
3. Keluarga sebagai pondasi bangsa Indonesia....................................
5
4. Konsep keluarga ideal menurut Islam ............................................. 5
5. Potret keluarga Indonesia ............................................................... 6
6. Konsep dan strategi dakwah pencerahan.........................................
7
7. Dakwah pencerahan sebagai solusi strategis keluarga
Indonesia berkemajuan....................................................................
8
BAB III PENUTUP ................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf
Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Muhammadiyah
berasas Islam. Dengan karakter tersebut Muhammadiyah menegaskan dirinya sebagai
Gerakan Islam yang melaksanakan misi dakwah dan tajdid. Sedangkan maksud dan
tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sebagai gerakan Islam,
Muhammadiyah sejak awal berkomitmen dan berkiprah untuk memajukan kehidupan
umat, bangsa, dan kemanusiaan universal.
Menurut Mukti Ali, latarbelakang berdirinya
Muhammadiyah dapat disimpulkan dalam empat segi: (1) ketidakbersihan dan
campuraduknya kehidupan agama Islam di Indonesia, (2) ketidakefektifannya
lembaga-lembaga pendidikan agama, (3) aktifitas dari misi-misi Katholik dan
Protestan, dan (4) sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang merendahkan dari
golongan intelegensia terhadap Islam. Dengan latarbelakang sosiologis yang
demikian maka kelahiran Muhammadiyah menurut Mukti Ali memiliki misi gerakan
dan orientasi amaliah sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari
pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan
pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan
(4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (Ali, 1958: 20).
Dari latar belakang dan misi Muhammadiyah awal itu
maka gerakan Islam ini melakukan langkah-langkah di bidang pemahaman dan
pembinaan keagamaan, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan amal usaha
yang terus berkembang hingga saat ini, yang semuanya berbasis pada pandangan
Islam yang berkemajuan.
B. Rumusan Masalah
- Apa pengertian dakwah pencerahan bagi keluarga Indonesia ?
2. Konversi agama karena miskin.
3. Keluarga sebagai pondasi bangsa Indonesia.
4. Bagaimana konsep keluarga ideal menurut Islam?
5. Bagaimana potret keluarga Indonesia?
6. Konsep dan strategi dakwah pencerahan.
7. Dakwah pencerahan sebagai solusi strategis keluarga Indonesia berkemajuan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Dakwah
Pencerahan Bagi Keluarga Indonesia
Menurut Prof Dr Din Syamsuddin,
dakwah pencerahan (da’wah tanwiriyyah) yaitu dakwah yang membebaskan (tahrir),
memberdayakan (taqwiyah), dan memajukan (taqdim). Inilah tiga kunci dakwah
pencerahan gerakan Muhammadiyah.
Dakwah
Islam mengandung arti panggilan, seruan, dan ajakan untuk berislam, atau
menjadikan Islam sebagai way of life sekaligus sistem nilai yang
mengatur kehidupan ini. Syariat Islam itu sendiri, menurut Ibnu Taimiyah dalam
Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah, dibumikan untuk mewujudkan dan menyempurnakan
kemaslahatan hidup, sekaligus menolak dan meminimalkan kerusakan dan kebangkrutan
hidup manusia. Tujuan utama dakwah Islam adalah mewujudkan tatanan kehidupan
manusia yang penuh kemaslahatan (kebaikan dan kebahagiaan), bukan kemafsadatan
(kerusakan) dan kebangkrutan.
Dakwah
Islam itu, pertama-tama harus berorientasi kepada pembebasan manusia dari
kegelapan hidup (zhulumat) menuju cahaya pencerahan (nur), yaitu dari kegelapan
kekufuran menuju cahaya iman; dari kemaksiatan menuju cahaya ketaatan; dan dari
kebodohan menuju cahaya ilmu pengetahuan. Kedua, dakwah Islam diaktualisasikan
dalam bentuk penyampaian misi Islam secara sempurna kepada umat manusia.
Ketiga, menjaga dan melindungi agama Islam dari kesia-siaan dan penakwilan
orang-orang yang tidak memahaminya dengan baik. Keempat, dakwah Islam juga
berperan mewujudkan rasa aman, perdamaian, dan stabilitas sosial politik di
negeri Muslim maupun non-Muslim.
Dakwah
pencerahan merupakan paradigma baru mendakwahkan Islam sebagai sumber nilai,
ajaran, dan spirit gerakan. Dakwah pencerahan Muhammadiyah bukan semata-mata
tabligh (menyampaikan ajaran), melainkan ikhraj wa tahrir (membebaskan) manusia
dari segala bentuk keyakinan palsu yang menyelimuti hati dan pikirannya. Pada
tataran tahrir, dakwah pencerahan tidak hanya menyelamatkan akidah Islam,
melainkan juga membangun sistem keyakinan yang benar, kokoh, dan terbebas dari
segala bentuk kemusyrikan, seperti syirik teologi, politik, sosial ekonomi,
bahkan syirik hawa nafsu.
Gerakan pencerahan Muhammadiyah dalam rangka menuju
Indonesia berkemajuan haruslah bermuara dari gerakan ilmu pengetahuan, gerakan
memberantas kebodohan dan kejumudan fikiran serta perbuatan. Dengan ilmu semua
yang nampak sulit akan menjadi mudah, dengan ilmu yang akan tersesat akan
selamat, dan dengan ilmu hidup akan lebih tertata, terarah dan lebih cerah.
Lebih jauh karena ilmu itu mendahului perkataan dan perbuatan (Al ‘ilmu
qobla qouli wal amali) dan terlarang bagi kita melakukan dan mengikuti
sesuatu tanpa ilmu karena semuanya akan dimintakan pertanggung jawaban, sesuai
dengan Q.S. Al-Isra ayat 36,
“Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya”.
2. Konversi Agama
Karena Miskin
Tidak dapat dipungkiri bahwa kemiskinan merupakan
penyakit yang sangat berbahaya bukan hanya bagi negara tetapi juga bagi
keselematan dan keutuhan aqidah. Kemiskinan menyebabkan kekufuran, terutama
jika si miskin hidup di tengah-tengah orang kaya yang tidak memperdulikan nasib
mereka.
Sebagai contoh seperti yang terjadi di Kampung
Balangbuki Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Kristen yang ada di Balangbuki lebih banyak mempergunakan bidang ekonomi untuk
mempengaruhi umat Islam supaya tertarik pada agamanya dan selanjutnya
meninggalkan agama Islam. Jumlah jemaat gereja bala keselamatan adalh 35 orang
10 orang diantaranya adalah merupakan pelaku konversi agama. Hal ini disebabkan
karena kondisi masyarakat di balangbuki mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan ada akhirnya agama kristen datang dan memberikan bantuan berupa
makanan, pakaian, jalan pengerasan dan pipa air.
3. Keluarga Sebagai
Pondasi Bangsa Indonesia
Sebagai unit
terkecil dalam masyarakat, peran keluarga sangat menentukan kualitas bangsa,
ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pembinaan
tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai moral dan pembentukan kepribadian
individu. Kalau di ibaratkan keluarga merupakan sebuah pondasi untuk tumbuh dan
berkembanganya sebuah bangsa. Jika pondasinya kuat dan kokoh, maka bangunan
diatasnya dapat berdiri tegak, awet dan tahan terhadap guncangan. Pondasi yang
kuat haruslah berawal dari keluarga-keluarga yang berkualitas dan tangguh,
sehingga tercipta ketahanan nasional dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan
bangsa.
Menurut Mukti Ali, cara
untuk membangun negara yang makmur adalah dengan membangun keluarga yang
makmur. Rumah tangga merupakan unit terkecil dari negara. Oleh karena itu dalam
pembangunan negara, rumah tangga harus mendapat perhatian yang istimewa. 1
Dalam Pedoman Hidup
Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) dijelaskan bahwa keluarga merupakan tiang
utama kehidupan umat dan bangsa, tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling
intensif untuk mewujudkan keluarga sakinah sehingga terbentuk gerakan jamaah dan dakwah jamaah.
4. Konsep Keluarga
Ideal Menurut Islam
Keluarga ideal biasa
disebut juga dengan istilah keluarga sakinah. Keluarga sakinah dapat
didefinisikan sebagai “Bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan
yang sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama yang dilandasi rasa saling
menyayangi dan menghargai dengan penuh
1 Mukti Ali, rumah tangga sejahtera bahagia dan pembangunan negara, dalam
buku Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta: Pustaka Antara, 1993), hlm. 52-56
rasa tanggung jawab dalam menghadirkan suasana kedamaian, ketentraman, dan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWT”.
Dalam membangun keluarga sakinah perlu dilandaskan
pada lima asas yaitu : ”Asas karamah insaniyah, asas pola hubungan kesetaraan,
asas keadilan, asas mawaddah wa rahmah, serta asas pemenuhan kebutuhan hidup
sejahtera dunia akhirat (al-falah).
Untuk mewujudkan masyarakat yang berkemajuan,
memerlukan kehadiran satuan-satuan keluarga sakinah sebgai modal terwujudnya qaryah
thayyibah yang memiliki karakeristik sebagai berikut:
1. Mesjid sebagai pusat ibadah, pelayanan sosial dan menjadi pusat kegiatan
masyarakat.
2. Masyarkat memiliki tingkat pendidikan yang maju.
3. Masyarkat memiliki berbagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi keluarganya.
4. Masyarkat memiliki derajat kesehatan yang tinggi.
5. Masyarkat memiliki hubungan sosial yang harmonis.
6. Masyarkat memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
7. Masyarkat memiliki kesadaran hukum dan politik yang tinggi.
8. Masyarkat memiliki kehidupan kesenian dan kebudayaan yang Islami yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.
9. Masyarakat mampu memanfaatkan tekologi dan informasi yang ada untuk
kemajuan dan kemakmuran masyarakat.
5. Potret Keluarga
Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS)
mencatat, pada Maret 2017 jumlah penduduk miskin, yakni
penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di
lndonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen dari jumlah total penduduk).
Ditengarai bahwa angka tersebut bertambah 6,90 ribu orang dibandingkan dengan
kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen).
Meski secara presentase angka kemiskinan mengalami penurunan, namun
secara jumlah angka tersebut mengalami kenaikan.2
Berdasarkan catatan Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Tasikmalaya, kemiskinan di Kota Tasikmalaya mencapai 17,19
persen dari jumlah penduduk 651.676 jiwa. Kemudian, di 2014 catatan BPS
menunjukkan angka kemiskinan menurun dari 17,19 persen menjadi 15,95 persen
dari 654.794 jiwa. Selain itu, rata-rata lama sekolah (RLS) masyarakat Kota
Tasikmalaya hanya 8.89 tahun pada 2013, 8.90 tahun pada 2014 dan 8.93 tahun
pada 2015.3
6. Konsep dan Strategi
Dakwah Pencerahan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dakwah diartikan
sebagai penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat; seruan
untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.
Muhammadiyah memahami kata dakwah sebaagai panggilan
atau seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah, yaitu jalan menuju Islam.
Dakwah juga dimaknai sebagai upaya tiap muslim untuk merealisasikan fungsi
kerisalahan dan kerahmatan.
Muhammadiyah mengelompokkan objek dakwah menjadi empat
kelas masyarakat yaitu kelas elit, menengah, bawah dan marjinal sehingga
Muhammadiyah mengajukan konsep dakwah sosial. Konsep dakwah sosial yaitu
kegiatan dakwah dalam kegiatan-kegiatan sosial yang tidak hanya berupaya
memperkuat pemahaman keagamaan masyarakat terkait dengan hal-hal ibadah
mahdlah, melainkan juga kegiatan yang memberikan ruang bagi mereka untuk
memperkuat kohesi sosial, mengembangkan diri dan kepercayaan diri, meningkatkan
optimisme, serta serta kegiatan keagamaan yang dirasakan dampak sosial dan
ekonominya secara lebih nyata.
2 Lihat
https://bisnis.tempo.co/read/892130/maret-2017-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-capai-2777-juta/full&view=ok
Salah satu bentuk dakwah yang dapat
dilakukan untuk kelompok marjinal yaitu dengan menjadikan dan memasukan mereka
sebagai bagian dari program-program sosial lembaga keagamaan, seperti dalam
pendistribusian zakat infak dan sedekah (ZIS), santunan serta beasiswa khusus
anak-anak jalanan atau anggota dari keluarga kelompok marjinal tersebut.
Menurut M. Din Syamsudin, bahwa
dakwah Muhammadiyah disebut sebagai dakwah pencerahan, karena Muhammadiyah
membawa konsep Islam Berkemajuan dalam tiga tahap yaitu membebaskan manusia,
memberdayakan, dan memajukan.
7. Dakwah Pencerahan sebagai Solusi Strategis Keluarga
Indonesia Berkemajuan
Menurut Dr. H. Haedar Nashir,
M.Si dalam usaha mengimplementasikan pandangan Islam yang berkemajuan di
lingkungan Muhammadiyah dapat dilakukan langkah-langkah berikut: 8
Pertama, memahamkan pandangan Islam yang berkemajuan.
Artinya meningkatkan usaha-usaha untuk memahami dan memasyarakatkan Risalah
Islamiyah dan berbagai pemikiran resmi dalam Muhammadiyah, yang mengandung
pandangan Islam yang berkemajuan. Konsep Risalah Islamiyah telah mulai disusun
dan penting untuk dilanjutkan.
Kedua, mengembangkan tradisi keilmuan. Artinya
melakukan berbagai ikhtiar untuk meningkatkan tradisi keilmuan dan melakukan
kajian-kajian pemikiran melalui berbagai diskusi, halaqah, seminar, dan
berbagai forum sejenis untuk memperdalam dan memperluas wawsan pemikiran di
lingkungan Muhammadiyah. Anggota Muhammadiyah, lebih-lebih para kader dan
pimpinannya, dituntut untuk memiliki tradisi keilmuan yang tinggi sebagai wujud
dari gerakan Islam yang berkemajuan. Termasuk membudayakan gemar membaca
sebagai bagian dari tradisi keilmuan di kalangan Muhammadiyah. Anggota, kader,
dan pimpinan Muhammadiyah perlu menggelorakan kebiasaan membaca, sehingga
memahami perkembangan pemikiran dan berbagai hal yang bersifat aktual dalam
kehidupan saat ini. Jika tradisi membaca meluas maka tidak akan ketinggalan
dalam wacana pemikiran dan perkembangan kehidupan, apalagi merasa bingung dan
cemas dalam menghadapi perkembangan aktual. Inilah tradisi iqra dan
thalabul-ilmi yang diajarkan Islam, yang dalam sejarah telah membangun
peradaban dan kejayaan Islam di era keemasan. Jika anggota Muhammadiyah tidak
memiliki tradisi membaca dan memahami pemikiran yang bersifat klasik maupun
kontemporer, maka akan mudah kehilangan arah atau orientasi dalam
bermuhammadiyah, bahkan akan mudah terbawa arus oleh berbagai pemikiran dan
gerakan yang berkembang di sekitar.
Ketiga, memasyarakatkan pandangan Islam yang
berkemajuan ke luar. Anggota Muhammadiyah penting untuk mengkomunikasikan,
mendialogkan, dan memperluas sebaran pemikiran atau pandangan Islam yang
berkemajuan ke masyarakat luas. Melalui tulisan di media massa, jejaring
sosial, pengajian, pengkajian, seminar, diskusi, dan berbagai media publikasi
lainnya hendaknya senantiasa dipopulerkan dan dikembangkan pandangan Islam yang
berkemajuan. Hal itu sangat diperlukan selain untuk memperkenalkan dan memasyarakatkan
pemikiran Islam yang dikembangkan Muhammadiyah, pada saat yang sama untuk
mengimbangi dan memperkaya pemikiran-pemikiran Islam yang selama ini berkembang
dan meluas di masyarakat khususnya di lingkungan umat Islam.
Keempat, al-ishlah fi al-’amal, yakni selalu
memperbarui amaliah Islam. Dalam hal ini bagaimana Muhammadiyah mewujudkan
pandangan Islam yang berkemajuan dalam amaliah sebagaimana tercermin dalam
akksi gerakannya. Muhammadiyah dengan seluruh majelis, lembaga, organisasi
otonom, dan amal usahanya penting untuk mengimplementasikan pemikiran-pemikiran
Islam yang berkemajuan dalam usaha-usaha yang dilakukan oleh gerakan ini. Amal
usaha, program, dan kegiatan di seluruh lingkungan Muhammadiyah haruslah
mencerminkan pandangan Islam yang berkemajuan. Artinya baik yang sudah
dilaksanakan selama ini maupun yang hendak dikembangkan hendaknya pengelolaan
dan model yang dikembangkan dalam amal usaha, program, dan kegiatan seluruh
institusi di lingkungan Muhammadiyah harus lebih baik, unggul, dan utama
daripada gerakan-gerakan lain.
Kelima, Implementasi dalam praksis gerakan. Terkait
dengan langkah keempat, bagaimana Muhammadiyah dengan pandangan Islam yang
berkemajuan mewujudkan amaliah praksis. Istilah praksis (praxis) dalam
ilmu sosial kritis yakni tindakan emansipatoris atau tindakan pembebasan yang
berbasis pada refleksi. Refleksi dalam mazhab kritis ialah teori atau
perspektif berpikir yang selain dibangun di atas Ilmu pengetahuan yang bersifat
abstrak, juga berorientasi pada tindakan yang konkret yang membebaskan
kehidupan manusia dari segela bentuk belenggu. Karena itu praksis bukanlah
tindakan praktis semata, tetapi praktis yang berbasis pemikiran. Dalam tradisi
pemikiran Muhammadiyah, praksis berarti perpaduan antara “ilmu amaliah” dan
“amal ilmiah”. Dalam pemikiran Qurani, praksis ialah perpaduan antara “iman dan
amal shaleh” yang begitu banyak disebut dalam ayat-ayat Al-Quran, yang
menunjukkan bahwa Islam itu agama yang mempertautkan hablu-minallah dan halu-minannas
secara menyatu dan menyeluruh.
BAB
III
PENUTUP
Muhammadiyah itu
memiliki paham dan mendakwahkan Islam yang berkemajuan. Muhammadiyah sebagai
gerakan Islam yang melaksanakan fungsi utama dakwah dan tajdid dapat dikatakan
sebagai Gerakan Islam yang berkemajuan. Dalam pandangan keislaman Muhammadiyah
menyeimbangkan antara pemurnian atau peneguhan dan pengembangan atau pembaruan,
sehingga seimbang tetapi kaya dengan nilai kemajuan. Inilah karakter utama
Muhammadiyah, yakni ideologi Islam yang berkemajuan.
Bahwa Muhammadiyah
memandang Islam merupakan agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan untuk
mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan. Kemajuan dalam pandangan
Islam adalah kebaikan yang serba utama, yang melahirkan keunggulan hidup
lahiriah dan ruhaniah. Adapun da’wah dan tajdid bagi Muhammadiyah merupakan
jalan perubahan untuk mewujudkan Islam sebagai agama bagi kemajuan hidup umat
manusia sepanjang zaman. Dalam perspektif Muhammadiyah, Islam merupakan agama
yang berkemajuan, yang kehadirannya membawa rahmat bagi semesta kehidupan.
Dengan pandangan Islam
yang berkemajuan dan menyebarluaskan pencerahan, maka Muhammadiyah tidak hanya
berhasil melakukan peneguhan dan pengayaan makna tentang ajaran akidah, ibadah,
dan akhlak kaum muslimin, tetapi sekaligus melakukan pembaruan dalam mu’amalat
dunyawiyah yang membawa perkembangan hidup sepanjang kemauan ajaran Islam.
Paham Islam yang berkemajuan semakin meneguhkan perspektif tentang tajdid yang
mengandung makna pemurnian (purifikasi) dan pengembangan (dinamisasi) dalam
gerakan Muhammadiyah, yang seluruhnya berpangkal dari gerakan kembali kepada
Al-Quran dan As-Sunnah untuk menghadapi perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Mukti Ali. 1958. Interpretasi Tentang Amalan-Amalan
Muhammadiyah, Jakarta, Majelis Pimpinan Pemuda Muhammadiyah Daerah Jakarta
Raya.
Dr. Haedar Nashir. 2010. Muhammadiyah Gerakan
Pembaruan, Yogyakarta, Surya Sarana Grafika
Kyai Syuja’. 2009. Islam Berkemajuan Kisah Perjuangan
KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal, Banten, Al-Wasath
Mitsuo Nakamura, et al. 2005. Muhammadiyah Menjemput
Perubahan, Jakarta, Kompas Media Nusantara
Solichin Salam, 1962. KH. Ahmad Dahlan : Tjita-Tjita
dan Perjoangannya, Jakarta, Depot Pengadjaran Muhammadijah
https://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/14/11/19/nf9y4n18-muhammadiyah-dan-dakwah-pencerahan
http://sangpencerah.id/2015/07/membangun-indonesia-berkemajuan-dala/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar